FATWA
PENGERTIAN FATWA
Oleh: Achmad Boys Awaluddin Rifai
Perkataan
fatwa berasal dari bahasa Arab al-fatwa, walfutya jamaknya fatawa
yang telah diadopsi dan membumi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kamus
Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah mendefinisikan fatwa sebagai penjelasana
tentang hukum Islam yang diberikan oleh seorang faqih atau lembaga fatwa
kepada umat, yang muncul baik karena adanya pertanyaan maupun tidak. Secara
sederhana, fatwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah jawab (Keputusan,
pendapat) yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah (Wangsawidjaja,
2012).
Menurut
Wikipedia, fatwa فتوي adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau
tafsiran pada suatu masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Fatwa sendiri
dalam bahasa Arab artinya adalah "nasihat", "petuah",
"jawaban" atau "pendapat". Adapun yang dimaksud adalah
sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah lembaga atau
perorangan yang diakui otoritasnya. Disampaikan oleh seorang mufti atau ulama,
sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta
fatwa (mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan. Dengan demikian
peminta fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan
kepadanya. Penggunaannya dalam kehidupan beragama di Indonesia, fatwa
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia sebagai suatu keputusan tentang
persoalan ijtihadiyah yang terjadi di Indonesia guna dijadikan pegangan
pelaksanaan ibadah umat Islam di Indonesia.
Secara
etimologis kata fatwa berasal dari bahasa arab al-fatwa. Menurut Ibnu
Manzhur kata fatwa ini merupakan bentuk mashdar dari kata fata, yaftu,
fatwan, yang bermakna muda, baru, penjelasan, penerangan. Pendapat ini
hampir sama dengan pendapat Al-fayumi, yang menyatakan bahwa al-fatwa
berasal dari kata al-fata artinya pemuda yang kuat. Sehingga seorang
yang mengeluarkan fatwa dikatakan sebagai mufti, karena orang tersebut
diyakini mempunyai kekuatan dalam memberikan penjelasan (al-bayan) dan
jawaban terhadap permasalahan yang dihadapinya sebagaimana kekuatan yang
dimiliki oleh seorang pemuda (Amin, 2008).
Ma’ruf
Amin menjelaskan ada beberapa istilah yang berkaitan dengan proses pemberian
fatwa (iftaa), yakni:
1.
Al-Ifta atau al-futya, artinya kegiatan
menerangkan hukum syara' (fatwa) sebagai jawaban atas pertanyaan yang
diajukan.
2.
Mustafti, artinya individu atau kelompok yang
mengajukan pertanyaan atau meminta fatwa.
3.
Mufti, artinya orang yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut atau orang yang memberi fatwa.
Menurut
M. Yahya Harahap dalam Wangsawidjaja (2012), fatwa yang dikeluarkan oleh ulama
terkenal dapat dijadikan pegangan atau pedoman oleh kelompok atau perseorangan
tertentu yang sepaham dengan ulama tersebut. Fatwa yang dikeluarkan oleh ulama
yang tidak memiliki kompetensi atau otoritas yang diakui secara resmi, tidak
mengikat kepada masyarakat. Lain halnya dengan fatwa yang diberikan badan atau lembaga
yang memiliki kompetensi dan otoritas resmi, fatwanya mengikat secara relatif
dan fakultatif, bukan absolut.
Otoritas
Syariah tertinggi di Indonesia berada pada Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang merupakan lembaga independen dalam mengeluarkan
fatwa yang berhubungan dengan masalah Syariah agama Islam, baik masalah ibadah
maupun muamalah, termasuk masalah ekonomi, keuangan, dan perbankan (Ascarya,
2012).
DSN-MUI
dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah
perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
Pembentukan DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam
menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Berbagai
masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas bersama agar
diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh masing-masing Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah. Kemudian untuk
mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, DSN-MUI
akan senantiasa dan berperan secara proaktif dalam menanggapi perkembangan
masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan.
DSN-MUI
memiliki peranan tugas dan fungsi di bidang keuangan dan perbankan yang
merupakan satu-satunya badan otoritas yang memberikan saran kepada institusi
keuangan berkaitan dengan operasional perbankan syariah, mengkoordinasi isu-isu
Syariah tentang keuangan dan perbankan syariah, dan menganalisa juga
mengevaluasi aspek-aspek syariah dari produk baru yang diajukan oleh institusi
keuangan syariah.
DSN-MUI
juga mempunyai kewenangan untuk memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama
yang akan duduk sebagai anggota DPS pada satu lembaga keuangan syariah. DPS
adalah badan independen yang ditempatkan oleh DSN-MUI pada perbankan dan
lembaga keuangan syariah berkedudukan dikantor pusat atau setingkat dengan
komisaris yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengawasi kegiatan usaha bank
agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan
DSN-MUI.
Peranan
DPS sangat strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga perbankan
syariah. DSN MUI memberikan tugas kepada DPS untuk (Sutedi, 2009):
1.
melakukan pengawasan secara
periodik pada lembaga keuangan syariah,
2.
mengajukan usul-usul
pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan
dan kepada DSN
3.
melaporkan perkembangan
produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN
sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran,
4.
merumuskan permasalahan
yang memerlukan permbahasan dengan DSN.
DSN-MUI memiliki tugas,
fungsi dan wewenang untuk:
1.
mengeluarkan fatwa tentang
ekonomi syariah untuk dijadikan pedoman bagi praktisi dan regulator,
2.
menerbitkan rekomendasi, sertifikasi,
dan syariah approval bagi lembaga keuangan dan bisnis syariah,
3.
melakukan pengawasan aspek
syariah atas produk/jasa di lembaga keuangan/bisnis syariah melalui Dewan
Pengawas Syariah,
4.
mengeluarkan fatwa yang
mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan
menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait,
5.
mengeluarkan fatwa yang
menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia,
6.
memberikan rekomendasi
dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas
Syariah (DPS) pada suatu lembaga keuangan dan bisnis syariah,
7.
mengundang para ahli untuk
menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah,
termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri,
8.
memberikan peringatan
kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang
telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional,
9.
mengusulkan kepada instansi
yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
Suatu fatwa DSN-MUI
diterbitkan melalui suatu prosedur formal yang mekanismenya telah diatur
sebagaimana telah ditentukan dalam angka V Keputusan Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia No. 01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (PD DSN-MUI) sebagai berikut:
1.
Badan Pelaksana Harian
menerima usulan atau pertanyaan hukum mengenai suatu produk lembaga keuangan
syariah. Usulan atau pertanyaan ditujukan kepada Sekretariat Badan Pelaksana
Harian.
2.
Sekretariat yang dipimpin
oleh Sekretaris paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah menerima
usulan/pertanyaan harus menyampaikan permasalahan kepada Ketua.
3.
Ketua Badan Pelaksan Harian
bersama anggota dan staf ahli selambat-lambatnya 20 hari kerja harus membuat
memorandum khusus yang berisi telaah dan pembahasan terhadap suatu
pertanyaan/usulan.
4.
Ketua Badan Pelaksan Harian
selanjutnya membawa hasil pembahasan ke dalam Rapat Pleno Dewan Syariah
Nasional untuk mendapat pengesahan.
5.
Fatwa atau Memorandum Dewan
Syariah Nasional ditandatangani oleh ketua dan Sekretaris Dewan Syariah
Nasional.
SUMBER:
A. Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2012) hlm.20
Ma'ruf Amin, Fatwa dalam sistem hukum Islam
(Jakarta: Elsas, 2008) hlm. 19
Ascarya, Akad dan
Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 206
DSN-MUI, Sekilas tentang DSN-MUI, http://www.dsnmui.or.id/index.php?page=sekilas
Adrian Sutedi, Perbankan
Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009),
hlm. 148
Komentar
Posting Komentar