PELUANG, TANTANGAN DAN LANGKAH SERTA OUTLOOK PERBANKAN SYARIAH 2017
Outlook Perbankan
Syariah Tahun 2017
Oleh:
Aboy Rifa’i
SEJARAH
PERBANKAN SYARIAH
Di mulai sejak tahun 1992, perkembangan
perbankan syariah cukup pesat sampai saat ini. Negara-negara wilayah timur
maupun barat mulai mengaplikasikan perbankan islam dengan cara restrukturisasi
sistem finansial secara menyeluruh agar sesuai dengan aturan syariat Islam,
serta mendirikan berbagai lembaga keuangan islam untuk bersaing dengan lembaga
keuangan konvensional.
Secara historis, konsepsi dan praktek transaksi
ekonomi yang sejalan dengan prinsip syariah Islam telah dikembangkan sejak masa
Rasulullah SAW yang kegiatan ekonominya berpusat di Baitul Mal. Namun awal
sejarah perbankan syariah modern relatif baru, yaitu sejak pendirian Mit Ghamir
Bank di Mesir oleh Ahmad Najar pada
tahun 1963. Selanjutnya pada tahun 1970, dilakukan kajian oleh para ahli dari
18 Negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI, saat ini berubah menjadi
Organisasi Kerjasama Islam) di Karachi, Pakistan, terkait proposal pendirian
Bank Islam Internasional untuk perdagangan dan pembangunan (Interrnational
Islamic Bank For Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank
Islam (Federation of Islamic Banks). Proposal mengusulkan bahwa sistem keuangan
bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerjasama dengan skema sharing
risk, (membagi keuntungan dan kerugian). Pada Maret 1973 di Benghazi Libya,
OKI membuat keputusan untuk membentuk bidang khusus yang menangani masalah
ekonomi dan keuangan. Bulan Juli di tahun yang sama terumuskanlah anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) ekonomi dan perbankan Islam di Jeddah.
Akhirnya pada tahun 1975, pada sidang menteri keuangan negara anggota OKI di
Jeddah tersepakati pendirian Bank Pembangunan Islam (Islamic Development
Banking/ IDB) dengan modal awal 2 Milyar Dinar Islam atau ekuivalen 2 Milyar
SDR/XDR (special drawing right), dan semua anggota OKI menjadi anggota IDB.
Restrukturisasi sistem finansial secara tegas
dan singkat dilakukan di Iran, tranformasi dari bank konvensional ke sistem
perbankan Islam tidak mengalami problem yang besar. Bank sentral dinegara
tersebut secara efektif mengawasi dan mengarahkan bank – bank komersial sesuai
dengan praktek – praktek keuangan yang islami. Berbeda dengan sistem yang ada
di Pakistan, dimana perbankan Islam berkembang secara bertahap semenjak
kemerdekaan mereka, namun bank syariah yang dikembangkannya gagal karena
kesalahan manajemen dan tidak adanya pengawasan serta pembinaan dari otoritas
perbankan setempat. Terlepas dari kegagalan tersebut, kedua eksperimentasi itu
menghilangkan hambatan psikologis implementasi prinsip – prinsip syariah dalam
kegiatan keuangan modern. Sejak itu mulai tumbuh bank – bank syariah yang
relatif lebih besar khususnya dikawasan negara – negara teluk.
Uni Emirat Arab mendirikan Dubai Islamic Bank
pada tahun 1975, Kuwait mendirikan Kuwait Finance House pada tahun 1977, Mesir mendirikan
Faisal Islamic Bank pada tahun 1978, Malaysia mendirikan Bank Islam Malaysia
Berhard pada tahun 1984, Turki mendirikan Faisal Finance Institution pada tahun
1984, Pakistan pada tahun 1979 menghapus sistem bunga dari tiga insitusinya
yaitu National Investment, House Building Fianance Corporation dan Mutual Funds
oh the Investement Corporation of Pakistan, Pakistan mengkonversi seluruh bank
konvensional menjadi bank islam pada tahun 1985.
Di picu oleh Undang-undang nomor 10 tahun 1998
maka landasan hukum bank syariah di Indonesia telah cukup jelas dan kuat baik
dari segi kelembagaannya maupun landasan operasionalnya, sehingga memungkinkan
perbankan menjalankan dual banking system yaitu penggunaan perbankan
konvensional dan syariah yang berjalan secara paralel. Melihat perkembangan
perbankan syariah yang begitu pesat banyak negara- negara di dunia yang mulai
melirik sistem perbankan syariah, bukan hanya dinegara Islam saja sistem
perbankan ini dijalankan, di beberapa negara Eropa dan Amerika mulai
dikembangkan sistem perbankan syariah.
PERBEDAAN
PERBANKAN SYARIAH DAN KONVENSIONAL
Perbedaan perbankan syariah dan konvensional
yaitu adanya sistem bagi hasil di perbankan syariah dan sistem bunga di
perbankan konvensional. Pada sistem bagi hasil, ada nisbah bagi hasil yang
diaplikasikan pada pendapatan dan tidak berubah sama sekali kecuali disepakati
bersama, sedangkan pada sistem bank konvensional bunga diaplikasikan pada pokok
pinjaman dan suku bunganya sewaktu-waktu dapat diubah secara sepihak oleh bank.
Keuntungan bank syariah akan dibagikan pada nasabah penyimpan, sedangkan
keuntungan yang di dapatkan nasabah di bank konvensional hanya meliputi yang
dijanjikan di awal. Dalam organisasi bank syariah juga terdapat Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang bertugas sebagai penjaga nilai syariah pada bank.
Pada dasarnya, hal yang membedakan sistem
perbankan syariah dan perbankan konvensional adalah prinsip penetapan
keuntungan pada bank syariah yang berupa skema PLS ( Profit and Loss Sharing ).
Pada bank syariah bunga ditiadakan. Namun, deposan diajak secara langsung untuk
membangun hubungan kemitraan dengan bank. Mereka akan menjalankan usaha secara
bersama sehingga jika terdapat keuntungan, maka hasil tersebut akan dibagi dan
begitu pula jika terjadi kerugian, maka masing – masing akan menanggung
kerugian yang ada.
KELEMAHAN
PERBANKAN SYARIAH SAAT INI
Namun yang terjadi sekarang ini, pembiayaan
bank syariah cenderung menggunakan skema pembiayaan murabahah dan ijarah
sebagai mode utamanya, hal ini dikatakan sebuah kelemahan karena skema
murabahah dan ijarah merupakan fixed return modes, dimana secara prinsip yang
membedakan antara bank islam dan bank konvesional diantaranya terletak pada
prinsip risk profit sharingnya. Kemudian kelemahan kedua adalah terkait dengan
investasi di sektor riil, dimana kalangan perbankan syariah belum memberikan
perhatian yang lebih serius terhadap masalah ini. Padahal jika dicermati maka
umat dan bangsa ini membutuhkan investasi pada output producing sector,
dimana hal tersebut akan memberikan efek yang luar biasa. Geliat sektor riil
ini harus menjadi perhatian dan concern bersama demi terwujudnya kesejahteran
dalam perekonomian.
Skema Murabahah adalah skema yang cenderung
tidak beresiko dan juga cenderung menambah bahan bakar kepada kemungkinan
terjadinya inflasi, dimana harga komoditas barang cenderung meningkat,
karenanya skema murabahah seharusnya menjadi skema penunjang untuk meng-cover
pola mudarabah dan musyarakah, artinya segala hal yang tidak dapat ditangani
oleh skema mudarabah atau musyarakah maka dapat diatasi dengan skema murabahah.
Atas pertimbangan itu sudah saatnya perbankan syariah memberikan perhatian
lebih pada pola pembiayaan selain murabahah yaitu dengan meningkatkan
prosentase pembiayaan melalui skema mudarabah dan musyarakah.
Adapun dampak yang timbul dari peningkatan
prosentase pembiayaan melalui pola mudarabah dan musyarakah diantaranya:
1. Menstimulus
sektor riil, investasi akan meningkat, yang disertai dengan pembukaan lapangan
kerja baru.
2. Ditinjau
dari sisi nasabah. Nasabah akan memiliki dua pilihan apakah akan mendepositokan
dananya pada bank syariah atau bank konvensional dengan cara membandingkan
secara cermat antara expected rate of return yang ditawarkan bank
syariah dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan bank konvensional, sehingga
ini akan menjadi faktor pendorong meningkatnya jumlah nasabah.
3. Mendorong
tumbuhnya pengusaha atau investor yang berani mengambil keputusan bisnis yang
beresiko, hal ini menyebabkan berkembangnya berbagai inovasi baru yang pada
akhirnya dapat meningkatkan daya saing.
4. Mengurangi
peluang terjadinya resesi ekonomi dan krisis keuangan. Hal ini dikarenakan bank
syariah adalah institusi yang berbasis aset ( asset – based ). Artinya bank
syariah adalah institusi yang berbasis produksi ( production _ based ). Bank
syariah bertrasaksi berdasarkan aset riil dan bukan mengandalkan pada kertas
kerja semata. Sementara disisi lain, bank konvensional hanya bertransaksi
berdasarkan paper work dan dokumen semata, kemudian membebankan bunga dengan
prosentase tertentu kepada calon investor.
5. Meminimalisir
krisis keuangan karena balance sheet perusahaan relatif stabil, hal ini
dikarenakan posisi mudharib, dimana perusahaan tidak menanggung kerugian yang
ada apabila kerugian tersebut disebabkan oleh kondisi yang tidak bisa
diprediksikan sebelumya. Dengan demikian semua beban kerugian akan ditanggung bank
syariah sebagai rabbul mal.
PELUANG,
TANTANGAN DAN LANGKAH PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi yang bisa
menjadikan Indonesia menjadi pemain inti dalam dunia keuangna dan perbankan
islam diantara nya yaitu jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi
nasabah industri keuangan dan perbankan syariah prospek ekonomi yang cerah,
tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang
ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid, peningkatan sovereign credit
rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan
minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik, termasuk
industri perbankan syariah dan memiliki sumber daya alam yang melimpah yang
dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah.
Selain itu, keunggulan struktur pengembangan
keuangan syariah di Indonesia lainnya adalah regulatory regime yang dinilai
lebih baik dibanding dengan negara lain. Di Indonesia kewenangan mengeluarkan
fatwa keuangan syariah bersifat terpusat oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) –
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan institusi yang independen.
Sementara di negara lain, fatwa dapat dikeluarkan oleh perorangan ulama
sehingga peluang terjadinya perbedaan sangat besar. Namun dari aspek keunggulan
itu, Indonesia membutuhkan pengembangan perbankan syari’ah agar bisa
meningkatkan atau mempertahankan keunggulan – keunggulan itu.
Dalam pengembangannya, pada tahun 2017
perbankan syariah menghadapi sejumlah tantangan yang harus dihadapai dengan
berbagai macam langkah strategis diantaranya:
1. Pertumbuhan
aset perbankan syariah diperkirakan masih sama dengna tahun lalu sekitar 15%.
Dengan demikian pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan masih
berkisar di angka tersebut, walaupun program sekuritisasi aset perbankan
syariah akan dilakukan di Indonesia terhadap perbankan syariah, tampaknya,
program ini baru jalan pada tahun sekarang, kecuali lembaga penerbit EBA SP
Syariah bergerak lebih cepat
2. Di tahun
2017 diwarnai oleh tingkat kompetisi bisnis jasa keuangan yang semakin ketat,
karena sudah diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) dimana untuk
industri perbankan hal ini tertuang dalam ASEAN Banking Integration Framework
(ABIF),
3. Memperkuat
permodalan dan skala usaha bank syariah. Permodalan bank syariah perlu
diperkuat secara signifikan agar memiliki skala usaha yang memadai untuk
melakukan ekspansi. Untuk mewujudkan itu, sebagai langkah konkrit mengembangkan
perbankan syariah OJK harus mendorong komitmen Bank Induk Konvensional untuk
mengoptimalkan perannya dan meningkatkan komitmennya untuk mengembangkan
layanan perbankan syariah hingga mencapai share minimal di atas 10% asset
BUK induk.
4. Meningkatkan
teknologi sistem keuangan syariah. Masalah klasik yang tidak boleh diabaikan,
bahkan harus menjadi prioritas adalah aspek teknologi. Aspek ini harusnya
menjadi perhatian utama bank syariah. Bank-bank syariah harus menginvestasikan
dana nya dalam penyediaan teknologi informasi (TI). Di tengah era financial
digital saat ini pemanfaatan TI dalam proses bisnis sudah semakin meluas dan
menjadi suatu keharusan.
Dari berbagai tantangan tersebut, ada beberapa
langkah untuk menghadapai tantangan-tantangan tersebut, yaitu:
1. Bank-bank
syariah harus mempunyai standar operasi internasional, didukung oleh permodalan
yang memadai, berdaya saing serta kompetensi pada jenis pasar yang
dipilihnya.pada tahun ini juga Indonesia suadah memasuki MEA, jika industri
jasa keuangan perbankan syariah di Indonesia tidak mempunyai standar
operasional internasional tentu nya perkembangan jasa keuanagan perbankan
syariah perkembangannya jauh tertinggal dari negara – negara lain yang sudah
menerpakan standar operasi internasionl perbankan syariah di negara itu.
2. Membentuk
aliansi strategis bank syariah dengan lembaga-lembaga keuangan syariah lain.
Perlu nya membentuk aliansi itu tidak lain untuk membantu meningkatkan kinerja
dan perkembangan perbankan syariah saja tapi lembaga keuangan di luar perbankan
syariah pun pasti akan mengalami kemajuan karena satu lembaga keuangan dan
keuangan lain nya bersinergi untuk meningkatkan kinerja nya.
3. Membuat
sistem pengaturan dan pengawasan berbasis risiko yang dapat mendorong ke arah
terbentuknya self-regulatory system, dengan dukungan IT dan SDM yg memadai.
Tren konsumen saat ini sudah menjadikan internet menjadi salah satu kebutuhan
utama. Hal ini dapat dilihat dari lonjakan pengguna internet terutama saat era
smartphone saat ini. Terkait dengan perkembangan tersebut, bank syariah tidak
boleh ketinggalan dalam mengupgrade teknologi yang digunakan. Manfaat yang
dapat dirasakan oleh bank syariah dengan sistem TI yang mutakhir adalah
peningkatan jumlah nasabah dan efisiensi biaya.
4. Kebutuhan
SDM pengawas bank syariah yang memiliki tingkat keahlian yang tinggi dan dalam
jumlah yang proporsional dengan kebutuhan pengawasan harus sudah tercukupi.
5. Menerapkan
mekanisme dan harmonisasi pengawasan prinsip syariah dalam industri perbankan
syariah dan lembaga keuangan syariah non-bank. Harmonisasi antar lemabaga
keuangan syariah itu penting baik yang bergerak pada industri perbankan maupun
industri non perbankan karena prinsip dari hadir nya kedua lembaga itu tidak
lain untuk bertransaksi sesuai tuntutan syariah. Perlu nya harmonisasi ini
bertujuan untuk menjaga produk – produk jasa keuangan yang mereka terapkan bisa
di gunakan oleh nasabah tanpa di dasari rasa khawatir bahwasanya produk –
produk syariah ini apakah syariah atau tidak. Selain itu juga perlu dilakukan
harmonisasi yang lebih kuat lagi akan peraturan perbankan agar lebih membedakan
perbankan syariah mengingat kontrasnya aspek-aspek yang ada di dalam perbankan
syariah dan konvensional.
6. Regulator
harus terus membuat kebijakan yang mendukung dan juga beberapa perusahaan induk
yang memiliki bisnis perbankan syariah untuk tetap berkomitmen secara serius
dalam membuat strategi pengembangan
OUTLOOK PERBANKAN
SYARIAH 2017
Ada poin penting dalam
arah bauran kebijakan BI pada tahun 2017. Bank Indonesia akan melakukan
stabiltas nilai tukar dengan cara meminimalkan capital. Di antaranya akan
mengeluarkan kebijakan sistem pembayaran yang lebih maksimal seperti NPG dan
GNNT, Fasilitasi pembayaran Bantuan Sosial (Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia
Sehat, Keluarga Harapan dll). Hal ini bisa menjadi peluang tersendiri bagi
lembaga keuangan syariah, karena apabila bank syariah mampu menjadi mitra BI
dalam penyaluran bantuan sosial ke seluruh lapisan masyarakat, maka masyarakat
mudah mengenal bank syariah, dan bank syariah dengan mudah mengenalkan
produk-produk lainnya kepada masyarakat. Perbankan juga akan disokong
sepenuhnya oleh Bank Indonesia, karena bank indonesia di tahun 2017 akan
meningkatkan liquiditas perbankan dan akan mendorong sektor pembiayaan dan
kredit guna untu meningkatkan perekomian di sektor riil.
Outlook perbankan
syariah 2017 disusun dengan asumsi-asumsi makro berikut ini.
1. Ekonomi global masih stagnan. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tahun
2016 diperkirakan dibawah 2 persen, pertumbuhan Cina hanya 6,5 persen, dan
Eropa hanya 1,5 persen.
2. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 diperkirakan 5,2 persen dengan
pertumbuhan kredit 8 persen.
3. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 diproyeksikan 5,4 persen dengan
partumbuhan kredit 10 persen.
Outlook ini juga
memperhitungkan adanya empat hal yang tetap menjadi kendala industri perbankan
syariah.
1. Risiko konsentasi kredit yang masih akan mengandalkan pada sektor konsumtif
terutama pembiayaan kendaraan bermotor dan pembiayaan multiguna pada nasabah
berpendapatan tetap.
2. Skala ekonomi yang kecil karena permodalan dan kapasitas bank syariah.
Diperkirakan pada 2017 hanya ada satu BUS yang masuk bank BUKU. Skala ekonomi
yang masih kecil ini menimbulkan dua hambatan, yaitu terbatasnya kemampuan
menarik sumber daya manusia yang terbaik di bidangnya, dan terbatasnya
kemampuan investasi dalam hal teknologi.
3. Switching rate (tingkat perpindahan)
nasabah ke perbankan syariah masih rendah. Berbagai survey yang dilakukan
menunjukkan tingginya keinginan nasabah konvensional berpindah ke perbankan
syariah yang diukur dengan rendahnya resistance rate (tingkat
penolakan). Namun, keinginan nasabah berpindah ini terkendala oleh terbatasnya
produk dan layanan.
4. Terbatasnya alat likuid dimana ini semakin terasa ketika bank-bank daerah
yang memiliki karakter kelebihan likuiditas dalam jumlah besar dalam kuartal
dua sampai empat dan kekurangan likuiditas dalam jumlah besar pula dalam
kuartal pertama.
Outlook ini memperkirakan
empat perubahan yang akan terjadi, dua perubahan yang berpotensi baik (upsides)
dan dua perubahan yang berpotensi buruk (downsides). Dua perubahan yang
berpotensi mempercepat pertumbuhan perbankan syariah adalah proses konversi,
spin off, merger akuisisi, serta proses masuknya fintech ke perbankan syariah.
Sedangkan dua downsides yang berpotensi memperlambat pertumbuhan bank syariah
adalah berakhirnya periode masa kerja pengurus OJK, dan perubahan pengurus
beberapa bank syariah. Singkatnya apabila kedua faktor downsides dapat dikelola
dengan baik dan dua faktor upsides dapat dioptimalkan, maka bukannya menjadi
hal yang sulit untuk indonesia memiliki wajah baru perbankan syariah yang kuat
dan sehat
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari teori ke praktik (Jakarta,
Gema Insani Press, 2001) Cet. Ke-1
Ma’ruf Amin, Prospek Cerah Perbankan Syariah (Majelis Ulama
Indonesia Pusat, 2014)
Komentar
Posting Komentar