FIAT MONEY DAN FRACTIONAL RESERVE BANKING



 KAJIAN EKONOMI ISLAM
FIAT MONEY & FRACTIONAL RESERVE BANKING

Fiat money adalah sesuatu (biasanya dalam bentuk kertas atau koin) yang diakui sebagai alat tukar yang sah di suatu negara karena ditetapkan oleh pemerintahnya yang tidak memiliki nilai atau back up sesuai nilai nominalnya.
Penciptaan (penerbitan) fiat money memunculkan daya beli baru dari sesuatu yang tidak ada. Dengan demikian, fiat money memberikan keuntungan yang tidak adil, yang biasa disebut seigniorage, bagi pihak yang diberi kuasa untuk menerbitkannya.
Penciptaan keuntungan tanpa adanya ‘iwad (countervalue) berupa ownership risk (ghurmi), value added (ikhtiyar), atau liability (daman) dikategorikan sebagai riba oleh Ibnu Arabi.
Dalam sistem ekonomi yang menggunakan fiat money, otoritas negara yang diberi kewenangan untuk menerbitkan uang (biasanya bank sentral, otoritas moneter, departemen keuangan, atau institusi lain yang ditunjuk) mendapatkankeuntungan seigniorage ini. Akibatnya, daya beli uang secara agregat akan turun (atau terjadi inflasi) sesuai dengan persentase uang yang ditambahkan dalam perekonomian. Pihak yang dirugikan oleh penerbitan fiat money baru adalah seluruh rakyat yang memegang uang. Sebagai contoh, apabila ongkos mencetak uang Rp100.000 adalah Rp2.000, maka seigniorage yang tercipta adalah Rp98.000.

Sementara itu, uang dalam Islam adalah full bodied money, atau uang (biasanya dalam bentuk logam emas dan perak) yang mempunyai nilai intrinsik sama dengan nilai nominalnya, dan fully backed money, atau uang (biasanya dalam bentuk kertas atau koin) yang nilai nominalnya di back up 100 persen dengan emas yang disimpan oleh otoritas yang menerbitkannya. Dalam penerbitan uang baru ini tidak ada daya beli baru yang diciptakan (tidak ada seigniorage), sehingga tidak mengandung unsur riba. Lebih jauh lagi, dalam penerbitan uang baru, biaya pencetakan menjadi tanggungan pemerintah, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan karenanya.
Dalam sistem ekonomi Islam yang menggunakan uang jenis ini, otoritas negara yang diberi kewenangan untuk menerbitkan uang tidak mendapatkan keuntungan seigniorage, malahan harus mengeluarkan biaya untuk pencetakannya. Jumlah uang yang diterbitkan dan ditambahkan dalam perekonomian disesuaikan dengan pertumbuhan value added-nya, sehingga secara umum dalam ekonomi Islam tidak bersifat inflatoir dan cenderung stabil. Oleh karena itu, nilai dinar dan dirham dari dulu tidak pernah berubah. Harga seekor kambing dari dulu setara dengan 1-2 dinar, dan harga seekor ayam dari dulu juga hanya satu dirham. Dengan uang jenis ini masyarakat tidak dirugikan dengan adanya inflasi seperti yang ditimbulkan oleh penerbitan fiat money

Fractional Reserve Banking (FRB) system artinya bahwa bank hanya diwajibkan untuk menyimpan cadangan dalam persentase tertentu dari dana simpanan yang dihimpun. Cadangan wajib minimum perbankan bervariasi yang umumnya berada di sekitar 5% - 20%. Dengan sistem ini perbankan memiliki kemampuan menciptakan jenis lain dari fiat money, yaitu uang bank (demand deposits,
termasuk uang elektronik), melalui penciptaan simpanan berlipat (multiple deposit creation). Dalam hal ini uang diciptakan ketika bank memberikan pinjaman. Sebagai ilustrasi, jika cadangan wajib ditetapkan 10%, simpanan Rp1 juta, pertama-tama dibukukan sebagai Simpanan di sisi liability dan cadangan tunai di sisi asset. Karena cadangan wajib ditetapkan 10%, maka bank dapat memberikan pinjaman sebesar Rp9 juta, sehingga total simpanan menjadi Rp10 juta.
Dengan angka contoh tersebut, simpanan Rp1 juta dapat menciptakan uang (simpanan) baru sembilan kali simpanan awal sebesar Rp9 juta, sehingga total simpanan menjadi Rp10 juta. Dengan demikian, fractional reserve bankingsystem juga memberikan keuntungan seigniorage yang tidak adil bagi pihak bank yang melalui sistem ini diberi kuasa untuk menciptakan uang baru. Sekali lagi, penciptaan keuntungan tanpa adanya ‘iwad dikategorikan sebagai riba oleh Ibnu Arabi. Hal ini juga mengakibatkan daya beli uang secara agregat akan turun (atau terjadi inflasi) sesuai dengan persentase uang yang ditambahkan dalam perekonomian. Pihak yang dirugikan oleh penerbitan fiat money baru oleh bank adalah juga seluruh rakyat yang memegang uang.
Sementara itu, 100 percent reserve banking system tidak memberikan peluang bagi bank untuk menciptakan uang baru, karena 100 persen cadangan harus disimpan/dikembalikan ke bank sentral. Bank maksimum hanya dapat menyalurkan pembiayaan sampai sebesar simpanan awal saja. Dengan demikian, tidak ada daya beli baru yang diciptakan (tidak ada seigniorage), sehingga tidak mengandung unsur riba, tidak menimbulkan efek inflasi, dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Sebagai ilustrasi, simpanan Rp1 juta, pertama-tama dibukukan sebagai simpanan di sisi liability dan cadangan tunai di sisi asset. Karena cadangan wajib ditetapkan 100%, maka bank hanya dapat memberikan pinjaman sebesar Rp1 juta juga, sehingga di sisi asset cadangan bberubah menjadi pinjaman Rp1 juta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akad-akad Muamalah

Manajemen Risiko Islami

Instrumen-Instrumen Pengendalian Moneter